Langsung ke konten utama

Nyawa ke Dua (Bagian I)

Suatu hari setelah merayakan ulang tahun anak sulung yang ke 8, saya memberi kabar kepada ibu saya yang berada di Sumatra Selatan sana. Saya bercerita bahwa ulang tahun tadi sangat seru dan menyenangkan karena Mami nya (kakak saya) membuat nasi kuning juga untuk acara tersebut, jadi untuk makanan lebih beragam selain ada bingkisan dan kado. Kebetulan percakapan masalah hidangan adalah sesuatu yang menarik bagi ibu saya yang juga hobby memasak. Saat itu tanggal 3 agustus 2016, yang juga bertepatan dengan ulang tahun ibuku yang ke 62.

Siapa yang menyangka ternyata itu adalah percakapan terakhir dengan ibu saya dalam kondisi stabil 100%, karena keesokan harinya saya mendapat kabar dari ayah bahwa ibu saya harus dilarikan ke rumah sakit karena tensi tinggi, 200/110 saat itu. Ayah bercerita bahwa ibu saya tidak dapat diajak komunikasi dengan baik karena pada skala waktu tertentu ibu saya akan menangis, dan merintih kesakitan yang sangat sakit rasanya.

7 hari berlalu di RSUD Kabupaten Kepahiang, tidak mengalami perkembangan berarti akhirnya ibu di rujuk ke RSUD Bengkulu. Sesampai di Bengkulu intensitas sakit semakin sering. Akhirnya saya dan kakak memutuskan berangkat ke Bengkulu dengan membawa semua cucu ayah ibu  melalui perjalanan darat. Setelah 29 jam di kendaraan maka pada tanggal 11 agustus 2016 pukul 03.00 WIB kami sampai di RSUD Bengkulu. Semua berjalan lebih baik saat kami datang. Ibu sediki bisa diajak bicara saat sakitnya sedikit menghilang. Menurut cerita ayah saya saat itu, ibu saya sudah 3 malam itu tidak dapat tidur karena setiap 2 menit ibu saya akan mengalami pusing yang luar biasa dan seolah hilang kesadarannya. itu artinya sudah 36 jam tanpa tidur!! Rencana demi rencana kami bicarakan pagi itu, mulai dari pertanyaan sakit apakah sebenarnya yang diderita ibu , sampai rencana meminta rujukan ke RSCM atau Rumah sakit PON Jakarta. Saat itu dokter syaraf masih keukeuh ga pengen ngelepasin ibu untuk di rujuk, karena merasa masih mampu menangani sakitnya ibu.
Jam 10.00 wib, tiba-tiba ibu saya kejang dan mendengkur.
Panik..
Takut…
Khawatir…
Apalagi saat perawat mengatakan, mohon di bimbing dengan syahadat (talkin). Perasaan apalah saat itu, tak bisa di ungkapkan atau seolah mati rasa. Ayah tidak dapat berbicara apapun, hanya menangis…
Kakak saya terus memanggil ibu saya, adik lelaki saya terus menalkin ibu saya sambil beberapa kali tersendat karena menangis. Dan saya hanya duduk terdiam, mematung… otak saya berkecamuk tidak tau harus melakukan apa terlebih dahulu. Setelah beberapa saat, saya meraih telepon dan menghubungi paman (adik kandung ibu) yang berada di wonosobo, jawa tengah. Saya ceritakan tentang apa yang baru saja terjadi dan apa yang sedang berlangsung saat ini dengan terbata-bata. Tapi saya sangat yakin, paman saya faham dengan apa yang saya ceritakan.

Ketika saya selesai telepon, saya melihat 4 perawat sedang bersiap menarik tempat tidur ibu keluar kamar. “mau di bawa kemana sus?” Tanya saya. “ke ICU mba” jawab salah satu dari mereka. Ayah dan adik saya mengiringi ibu kesana. Di kamar, kakak saya, kakak ipar, dan bibi (adik kandung ayah) sedang beberes karena kamar harus dikosongkan ketika pasien pindah ruangan.

3 hari di ICU rasanya seperti 1 abad lamanya. saudara sekandung ibu dari wonosobo dan jakarta sudah berkumpul Bengkulu sehari setelah ibu anfal. Kami hanya bisa melihat ibu saat jam jenguk, dan tidak ada kaca atau lubang apapun untuk melihat kondisi ibu. Setiap menjenguk ibu, kami selalu mengatakan hal-hal yang kami sendiri tidak tau ibu mendengar atau tidak, aham atau tidak, mengerti atau tidak. Kami hanya mencoba berkomunikasi…
Ya…. Ibu kami mengalami trauma semi koma…
Pada hari ke 4, ibu boleh dipindahkan ke ruang perawatan kembali. Dan kondisi ibu sudah tidak sama lagi. Banyak sekali kelakuan di luar control, bergerak di luar kebiasaan. Melepas infuse, meronta, curiga, mengernyit…. Ya… ibu saya sudah tidak sama lagi.

22 hari setelahnya, atau tepatnya tanggal 28 agustus 2016 ibu diizinkan pulang dengan diantar oleh ambulan. Ayah meminta kami transit sementara di rumah keponakan ayah yang kebetulan berdomisili di kota Bengkulu, sebelum akhirnya kembali ke rumah yang berjarak kurang lebih 300 km dari kota Bengkulu.
Bahagia??
Pasti… walaupun kami tau ibu memang sudah tak sama lagi. Tak lagi bisa berjalan, tak lagi bisa bicara, tak lagi bergerak bebas.. tak apa… harapan kami ibu kembali ke rumah pasti akan lebih baik, dan dengan penuh keyakinan ibu akan kembali perlahan.

Tanggal 29 agustus 2016, pukul 03.00 WIB yang kebetulan saat itu saya sudah kembali ke Bandung mendapat kabar bahwa ibu saya dilarikan ke Rumah sakit karena mengalami kejang dan tak sadarkan diri lagi. Dan tentunya ibu saya sudah berada di ICU saat itu, tetapi di rumah sakit yang berbeda, Rumah Sakit Rafflesia namanya. Saya menyebut opname kali ini adalah perawatan jilid II bagi ibu saya. 5 hari berlalu tak ada perkembangan, lalu ibu kembali dipindahkan ke RSUD M yunus Bengkulu, karena di RS Rafflesia dikenakan biaya tinggi untuk melakukan CT Scan. Semakin hari kondisi ibu semakin menurun. Sampai akhirnya di hari ke 7 pada perawatan jilid II ini ibu saya koma total.

Tanggal 9 september 2016, terhitung 12 hari perawatan jilid II di RSUD M Yunus Bengkulu akhirnya ibu diterbangkan ke Jakarta setelah akhirnya RSUD M Yunus Bengkulu mengeluarkan surat rujukan ke RSCM. bagi saya saat itu adalah penerbangan terlama dan terpanjang dalam sejarah hidup saya melakukan perjalanan udara.

(to be continu….)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Saya dan Tata Ruang

Sumber : Album RTRW Kab. Empat Lawang, SumSel Tata ruang... Sampai sekarang pun saya belum bisa memahami secara detail tentang apa itu tata ruang, selain sesuatu yang menjadi tanggung jawab saya di kantor. Hanya yang saya fahami, tata ruang itu adalah wujud pola ruang dan struktur ruang. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Sedangkan pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.

Harga PNS

Sumber : Google image Hari ini saya dapat tugas dari Kepala Badan untuk melakukan perjalanan dinas ke Palembang, yang hari berikutnya terbang ke Jakarta untuk berkonsultasi di 2 kementrian, PU dan Bappenas. Lalu masih harus ke Bakosurtanal untuk berkonsultasi juga mengenai pemetaan Tata Ruang Wilayah kami yang belum Final.

Nasib RTRW kami di tangan Alex Nurdin

Sumber : Album Peta RTRW Kab. Empat Lawang 3 hari kedepan saya bersama seorang teman mendapat mandat Kepala Badan ke Palembang untuk mengikuti acara Sosialisasi Percepatan Peraturan Daerah tentang RTRW dan persiapan Pembangunan Kota Hijau sebagai program kelanjutan dari tata ruang itu sendiri.  Waktu menunjukkan pukul 14.00 WIB ketika acara pembukaan di laksanakan. Ruangan masih lengang, dan semakin terasa kosong ketika bangku terlihat bolong-bolong, dengan jumlah mendekati 200 buah, dengan ruang aula yang luas. Sementra bangku hanya terisi tak lebih dari 60 orang. Tak seperti biasanya, acara tata ruang menjadi ajang pertemuan yang banyak diminati beberapa peserta daerah, karena sejak awal penyusunan Raperda (rancangan peraturan daerah) tentang tata ruang ini, perwakilan dari masing-masing kabupaten / kota seringkali bertatap muka, hingga akhirnya terbentuk suatu komunitas tata ruang dalam satu provinsi Sumatera Selatan. Namun tidak terjadi kali ini.