Sudah hampir masuk 4 tahun
saya tingal di kabupaten Empat Lawang ini. Tidak terasa, waktu berjalan begitu
cepat. Jika di runut lagi ke belakang, rasanya tidak percaya kalau saya bisa menjalani
hidup disini sampai sekarang. Satu daerah yang teramat sangat jauh dari impian saya menghabiskan sisa umur, daerah yang asing dari keramaian dan kebisingan, sulit
mencari bahan makanan instant atau jajanan yang unik-unik dari berbagai macam
daerah. Daerah yang berbanding terbalik dengan tempat tinggal saya sebelumnya.
4 tahun yang lalu, ketika
pertama kali saya menjadi seorang CPNS, Tebing Tinggi, begitulah kota yang saya
tinggali ini di sebut, tak memiliki lampu jalan, bahkan lampu teras juga hanya beberapa rumah saja yang memiliki, sehingga kota ini terasa
begitu gelap, seperti kota mati. Ketika magrib datang, berarti saat itulah
pintu rumah terkunci tak berani keluar rumah sama sekali. Ibukota Kabupaten
Empat Lawang ini terkenal dengan kota perampok dan bajing loncat. Sampai-sampai tidak
ada truk atau Bus Antar kota berani berhenti rehat di kota ini karena tersohor sebagai kota
penjahat hampir di sepanjang jalan lintas Sumatera. Bahkan ada satu daerah,
terowongan namanya, dikatakan begitu karena memang merupakan terowongan
lintasan kereta api yang di bangun pada zaman penjajah Belanda. Bangunan sepanjang
1 km ini masih kokoh terbangun. Sayangnya daerah terowongan yang seharusnya dapat
dimanfaatkan sebagai lokasi sejarah ini menjadi tempat yang manis untuk para
perampok beraksi. Karena memang sepi, memilik banyak pohon lindung yang besar,
juga gelap. Tak jarang juga aksi pembunuhan mangsa terjadi di sini, jika terdapat
perlawanan dari korban.
4 tahun yang lalu, tak ada
pusat perbelanjaan. Jangankan Mall, mini market pun tidak ada. Kota ini hanya
memiliki beberapa toko kelontong, yang menjual barang seadanya. Geliat perekonomian
juga tak tampak bergairah. Pasar tradisional juga tidak memiliki tempat khusus
(walaupun sampai sekarang juga masih seperti itu, hehe) tapi setidaknya sebelah
kanan dan kiri pasar sudah banyak ruko-ruko berdiri. Toko-toko juga mulai
beragam, begitupun mini market yang sudah berjumlah lebih dari lima buah. Warung-warung
makan kecil juga mulai ada pilihan, meskipun belum sbanyak kota yang lain. kota ini juga tak ada taman, atau landmark yang bisa menjadi ajang perkumpulan, nongkrong dan sebagainya. Kota ini begitu kaku dari kehidupan sosial.
4 tahun kemudian, Kota ini
masih kota kecil yang sepi, tapi sudah memiliki lampu jalan yang terpasang di
beberapa titik penting. Mengubah daerah terowongan yang seram, menjadi
permukiman, bahkan ada beberapa penduduk yang nekad mendirikan usaha disana. Sudah
memiliki beberapa jalan lingkar alternatif untuk persiapan pengembangan daerah. Kota ini kini memiliki tugu 7 pilar berada di simpang pusat kota. itulah yang kini menjadi landmark kota Tebing Tinggi. Dan
saya masih disini. Duduk dalam sebuah kantor yang sama, sejak SK saya turun,
dan ditugaskan sebagai staff Badan Perencanaan Pembangunan Daerah di kabupaten
ini. Kota yang mulai ramai dengan pendatang dari berbagai daerah. Bahasa
percakapan juga mulai beragam, kadangkala saya sendiri justru merasa tidak
berada di tanah asing, karena banyak juga rekan kerja saya yang berasal dari jawa,
terutama jogja. Hari ini, disinilah saya. Bisa menulis sebuah cerita dalam blog
pribadi saya di sela-sela kesibukan sebagai abdi negara.
4 tahun yang akan datang, apakah saya masih bisa menulis hal yang lebih baik dari sekarang, entahlah. tapi selama 4 tahun yang terlewati ini, saya adalah salah satu saksi perkembangan Kabupaten Empat Lawang yang saya rasa membaik, dan mungkin akan semakin baik. karena disinilah saya dan keluarga akan menghabiskan sisa waktu, dan menyaksikan anak saya bertumbuh semakin dewasa, entah pula....tak ingin banyak menghayal akan pesatnya perkembangan kota ini, tapi saya secara pribadi juga memiliki mimpi yang besar untuk kemajuan Empat Lawang. karena itu merupakan bagian dari tugas dan kehidupan yang sudah saya pilih disini.
Komentar
Posting Komentar