![]() |
Sumber : Google image |
Hari ini saya dapat tugas dari Kepala Badan untuk melakukan perjalanan dinas ke Palembang, yang hari berikutnya terbang ke Jakarta untuk berkonsultasi di 2 kementrian, PU dan Bappenas. Lalu masih harus ke Bakosurtanal untuk berkonsultasi juga mengenai pemetaan Tata Ruang Wilayah kami yang belum Final.
Berangkat menggunakan travel, yang kebetulan di daerah kami baru ada 2 agen yang memberikan fasilitas antara kota tempat saya tingal dan ibukota provinsi, Palembang. Maklum, daerah kami baru berdiri 4 tahun, dan hampir berumur 5 tahun di 2012 ini (Kalau disamakan dengan bayi, ya masih balita, sedang berjuang mencari jati diri). saya lebih suka dengan agen perjalanan travel yang satu ini. Selain ramah, mereka lebih tepat waktu. Benar saja, waktu menunjukkan pukul 17.00 WIB ketika sebuah kendaraan berjenis kendaraan keluarga membunyikan klakson, tanda penjemputan. Setelah memasukkan barang, saya berpamitan dengan suami dan anak-anak. Berangkatlah saya
Saya dapat tempat duduk di tengah, belakang supir bersebelahan dengan ibu-ibu yang berukuran lumayan besar, jika dibandingkan dengan saya yang begeng (hahaha...), kata sepupu sih begitu.
Si ibu tersenyum ketika saya mencoba mencari posisi ternyaman untuk duduk. Ketika dirasa semua aman, saya duduk tenang.
“mau kemana?” tanya ibu itu memulai pembicaraan
“palembang bu” jawab saya ramah, lalu sedikit memiringkan badan ke kiri, untuk memberikan kesan bahwa saya welcome untuk berbincang dengannya. Si ibu sepertinya juga mengharapkan hal yang sama.
“ ada kerjaan apa di palembang?”
“ ada tugas dinas bu”
“kerja di mana dek?” lanjutnya
“Bappeda bu” jawab saya lagi
“ooo... PNS ya?”
“iya...” saya tersenyum
“masuk tahun berapa?”
“saya angkatan pertama bu, tahun 2009”
“bukan asli sini ya?” selidiknya
“kok tau?” canda saya
“iya, logatnya keliahatan kalau bukan asli sini”
“tapi ayah saya asli sini kok bu, jadi bisa dibilang saya juga asli sini” koreksi saya
“tapi lama tinggal di luar ya? Dimana?” lanjutnya
“iya, dari kecil di jawa bu”
“pantesan...” imbuhnya
Lalu percakapan mengalami jeda beberapa saat karena suara telepon sellular si ibu berdering. Setelah kurang lebih 5 menit si ibu berbicara lalu menutup teleponnya, dia berkata “dari anak saya...” sambil menyimpan handphone-nya di tas tangan yang sedari awal di pangkuannya.
“enak ya udah jadi PNS. kena berapa maharnya masuk PNS? Lewat siapa?” si ibu melanjutkan pembicaraan dengan sedikit berbisik
“maksudnya?” tanya saya tak mengerti
“ah, udah... jangan malu-malu. Semua orang juga tau kalau jadi PNS itu susah, banyak yang pengen. Jadi kalau ga pake koneksi atau mahar susah nembusnya” lanjut si ibu sambil menjawil lengan saya
“beneran bu, saya gak ngerti” jawab saya dengan tampang kaget yang tidak bisa saya tutupi
“dulu tesnya di sini kan?”
“iya...” suara saya mengambang
“tetangga saya anaknya juga PNS, masuk tahun 2010 mba. Dia kena 75 buat masuk. Lewat pak XX mba, makanya masuk. Banyak juga anak-anak teman saya yang lebih besar maharnya, tapi gak masuk. Karena koneksinya kurang kuat” si ibu bercerita seolah itu wajar-wajar saja.
“ itu 75 karena D3 loh, kalo S1 paling ga ya 100 sampe 150... udah umum kok..” lanjutnya lagi. Dan bengonglah saya.
“orang tua adek apa kerjaanya, kok sampe bisa masuk PNS? Jangan-jangan kerabat pak XX ya?” tanya si ibu lagi
“ayah saya petani, ibu saya bidan bu. Saya bukan kerabat juga kok bu” jawab saya cepat
“mmmm, berarti adek cuma beruntung ya..” komentar si Ibu sedikit sinis. Cuma?? Rasanya tak iklas dikatakan demikian, karena saya ingat betul ketika saya sangat semangat untuk belajar agar bisa mengerjakan soal-soal ketika tes nantinya. Tapi saya tak bisa membantah, karena saya pikir tak perlu.
“saya sedang cari orang yang mau beli tanah saya, lumayan luas dek” si ibu menyambung pembicaraan tadi
“oo... berapa luasnya bu? Siapa tau ada yang tertarik” jawab saya sekenanya, belum hilang dari rasa kesal
“ 3 hektar, deket jalan utama kok dek”
“ di jual berapa bu?”
“180 juta aja, karena sudah ada pohon karetnya, siap panen 2 tahun lagi” ujarnya
“kenapa di jual? Sayang lho bu, itu kan daerah pengembangan” timpal saya jujur
“ gak apa-apa, saya lagi nyiapin dana untuk masukin anak saya jadi PNS. November nanti ada tes ya kalau ga salah. Kata teman-teman saya kalau S1 harus ada paling tidak 150 juta, karena anak saya lulusan ekonomi manajemen, saingannya banyak.” dengan nada bangga.
Saya hanya tersenyum kecut, menanggapi kata-kata terakhir si ibu. Lalu terdiam cukup lama, kebetulan telepon si ibu berbunyi kembali.
Saya memalingkan wajah ke jendela, dan menerawang membayangkan uang 150 juta yang dengan mudahnya diserahkan kepada orang lain, hanya demi sebuah status Pegawai Negeri sipil. Sementara dengan hitung-hitungan matematika saya, dengan hasil penjualan karet seluas 3 Hektar itu bisa mendapatkan uang 150 juta dengan bertani selama 5 tahun, tak sampai malah.
Sehebat itukah PNS, sampai harus di beli dengan jumlah yang begitu besar? Lalu bagaimana dia bisa medapatkan kepastian posisi dengan uang sebesar itu? Apakah itu berarti menggeser orang-orang yang sebetulnya mumpuni, akan tetapi tak memiliki dana yang kata si ibu tadi disebut “mahar”? di letakkan diman harga diri dan ijazah sekolah sampai bisa mendapatkan strata satu?
Lalu, sebesar apa rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan nantinya ketika si Pegawai dengan mudah mendapatkan pekerjaan dengan mahar dari orang tuanya. Bagaimana dia akan mengabdi kepada negara tanpa syarat, kalau masuk tes PNS saja sudah dengan syarat yang sebesar itu?
Satu persatu pertanyaan saya melintas di otak dan benak saya, lalu menertawakan saya sendiri karena kurang tau pemberitaan hal ini, sementara si ibu mengatakan “semua orang juga tau” dengan kata lain ‘rahasia umum” hehe...
Pembicaraan si ibu di telepon kali ini sepertinya cukup lama, sudah lebih dari sepuluh menit si ibu berbincang. Jadi saya memutuskan untuk menyamankan posisi sandar saya, siap untuk tidur. Jalan yang berliku-liku akhirnya menarik saya untuk memejamkan mata, dan bermimpi memiliki kebun karet dan segepok uang 150 juta J
tonjok aja muka tuh ibu2. aku baca kayaknya ngeselin banget tuh orang.
BalasHapusHahaha...jangan mbenk, tanggung jawab sama anaknya...
HapusKasihan ntar ga jadi PNS dia, wkwkwk...
tonjok aja muka tuh ibu. ngeselin banget jd orang.
BalasHapus150juta? Lumayan juga tuh buat bikin minimarket. Itung2 an nya 5 th dah balik modal. Klo buat PNS, brp th ya balik modalnya? Sya bukan PNS. Tp gaji saya kerja 2 hari sama dgn gaji PNS sebulan. Soo.....harus jdi PNS ya?
BalasHapusWew... Mau dong kerja kaya sampeyan mas. Bisa kelayapan kemana-mana saya kalo kaya sampeyan hihi...
HapusTapi jadi pns juga banyak untungnya lho, dipermudah di beberapa tempat.
sory mbe ae moco.. (30 april 2012, 21.37 WIB).... ko nek ketemu ibue takokke... " bu dah kejual belom tanahnya?? mending invest di tempat sy aja... buat modal nanam gaharu...wkwkwkwk
BalasHapushahaha...betul...betul..betulll... kau gaharu bisa menghidupi beberapa PNS sekaligus yo :)
Hapusbtw, thanks sudah mampir..
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus